Kamis, 13 November 2008

Fenomena Petir dan Pengaman Petir pada Sistem Tenaga Listrik

1. Terjadinya Sambaran Petir
Petir dapat didefinisikan sebagai gejala transien, discharge arus listrik yang tinggi dengan lintasan yang terukur dalam kilometer. Penghasil petir yang paling umum adalah awan (cumulonimbus). Namun petir juga terjadi pada :
 snowstorm (badai salju)
 sandstorm (badai gurun)
 awan setelah gunung api meletus
Namun, ada kondisi khusus dimana petir terjadi pada saat cuaca cerah (bolt from the blue). Beberapa macam kejadian petir :
 dalam awan (intracloud/ cloud discharge)
 antar awan (clouds to clouds)
 awan dengan bumi (cloud to ground/ ground discharge)
 awan ke udara (air discharge), yang menarik dari jenis discharge ini adalah yang berasal dari awan bagian atas ke arah atas (menjauhi bumi)
Awan sebagai awal terjadinya petir terbentuk dari proses penguapan air yang kemudian terkondensasi. Di sinilah kemudian terjadi akumulasi muatan listrik, yang sebenarnya karena kondisi suhu dan tekanan akan mengalami polarisasi muatan menjadi dua kutub. Bagian atas muatan akan berisi muatan positif. Sedangkan bagian bawahnya akan berisi muatan negatif serta muatan positif dalam jumlah yang sangat kecil. Petir awan-ground sebenarnya timbul dari beberapa kali partial discharge (setiap kejadian berdurasi kira-kira beberapa puluh miliscon dan dapat disebut sebagai stroke). Total dari semua discharge ini dapat disebut sebagai flash (berdurasi sekitar 0.2 detik).


Terjadinya sambaran petir diawali dengan terjadinya stepper leader yang berupa kanal discharge yang diselubungi oleh korona (sehingga tampak terang). Seperti tampak pada gambar 2, setelah stepper leader mendekati tanah, maka dari tanah terkumpul muatan positif yang siap meluncur ke atas. Titik pertemuan antara dua leader ini disebut titik striking (striking point). Leader yang berasal dari bumi itu disebut dengan return strike. Setelah itu, apabila masih cukup muatan negatif pada awan akan terjadi dart leader.

2. Performance Petir
Dari uraian di atas terlihat bahwa petir secara langsung akan menginjeksikan arus dengan mekanisme discharge muatan. Arus yang dihasilkan dari sambaran petir sangat jarang berada di bawah angka 10 kA. Apabila diambil permisalan bahwa impedansi surja sebesar 300 , maka sudah didapatkan tegangan lebih sebesar 150 kV (dengan nilai arus 10 kA). Proses injeksi arus (dengan melihat petir sebagai gejala transien)

Di lain pihak, untuk menunjukkan kelakuan dari petir ini, ada 4 (empat) parameter untuk menunjukkannya, yaitu :
1. Arus ( Imax puncak)
Bila impedansi titik sambaran dan tanah misal Z, maka tegangan puncak di titik sambaran adalah V=imaxZ
2. Gradien arus ( di/dt)
Apabila terjadi induksi dari arus petir, maka akan timbul tegangan induksi sebesar e=L(di/dt)
3. Muatan arus (Q=i dt)
Bila sambaran petir menghasilkan tegangan sebesar V, maka energi yang dihasilkan adalah sebesar P=Vi dt
4. Integral kuadrat Arus (i2 dt)
Apabila arus mengalir pada batang konduktor suatu sistem proteksi, maka akan terjadi disipasi energi sebesar Ri2 dt
Bahaya yang diakibatkan petir dapat melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Sambaran Langsung
Obyek tersambar langsung. Obyek akan mengalami kerusakan total.
2. Sambaran sisi
Prinsip sambaran sisi dapat dilihat dari gambar 5. Jika sistem proteksi pada bangunan tersambar petir, arus melewati sistem dengan resistensi/impedansi batang konduktor, menghasilkan beda potensial antara batang konduktor dan tanah. Jika arus menghasilkan impedansi yang besar, maka akan terdapat beda potensial antara konduktor dan bak mandi serta antara bak mandi dan tanah. Dengan adanya resistansi bangunan dengan media dinding, maka mengalir arus melewati D, bak air, dan B ke tanah.
3. Tegangan Langkah dan Tegangan Sentuh
Pada saat petir menyambar tiang konduktor, gradien tegangan muncul pada permukaan tanaha, tegangan petir masuk ke tanah.Pada permukaan tanah yang homogen rapat arus paling tinggi

Selain gejala listrik yang ditimbulkan oleh petir, secara fisik (dari beberapa hasil observasi) petir akan dikelompokkan dalam beberapa jenis berdasarkan penampilan lintasannya. Pengelompokan itu adalah sebagai berikut :
 heat lightning (lightning-induced cloud illumination)
adalah petir yang tidak disertai dengan bunyi guruh.
 sheet lightning (lightning-induced cloud illumination)
adalah petir yang terlihat lebar
 rocket lightning (air discharge)
adalah petir yang amat panjang dengan memberikan kesan lambat dalam perkembangan jalurnya.
 ribbon lightning (cloud to ground discharge)
adalah petir yang lintasannya tergeser.
 bead lightning (cloud to ground discharge)
adalah petir yang terputus-putus.
 ball lightning
adalah awan bergerak yang bercahaya (mobile luminous sphere) yang biasa terjadi pada badai guntur.
3. Pengaman Petir ( Transmisi )
A. Kawat Tanah
Seperti telah diuraikan di atas bahwa efek dari sambaran petir (langsung atau tidak) pada sistem tenaga listrik adalah terjadinya overvoltage. Apabila hal ini dibiarkan terjadi, maka akan menimbulkan kerusakan serius pada peralatan. Sambaran petir pada jaringan transmisi mendapatkan perhatian khusus karena kejadian ini sangat besar kemungkinannya untuk menimbulkan angka keluar (outage). Untuk mencegah timbulnya masalah karena sambaran petir di jaringan transmisi ini maka diberikan sistem pengaman yang berupa kawat tanah (shielding wire) dan arrester (untuk selanjutnya hanya akan dibahas mengenai Kawat tanah). Kawat tanah ini akan memproteksi transmisi dari sambaran petir. Setelah diteliti, maka yang berpengaruh pada saluran transmisi adalah sambaran langsung, sedangkan sambaran induksi banyak berpengaruh di saluran transmisi.
Kawat tanah ini merupakan kawat netral yang diletakkan di atas kawat fasa sedemikian sehingga kawat tanah inilah yang diharapkan mendapat sambaran petir, bukan pada kawat fasanya. Sebuah referensi menuliskan bahwa semakin dekat dengan kawat fasa akan meningkatkan efisiensinya (meskipun halini menimbulkan resiko baru). Hal ini dapat dipahami bahwa semakin dekat kawat fasa maka berarti semakin luas pula daerah pengamanannya. Beberapa persyaratan penting tentang pemasangan kawat tanah agar memperoleh perisaian yang baik adalah :
1. Jarak kawat fasa diatur sedemikian rupa agar dapat mencegah sambaran langsung ke kawat fasa.
2. Pada tengah gawang (mid span), kawat tanah dan kawat fasa harus mempunyai jarak cukup agar tidak terjadi side flashover
Persyaratan di atas hanyalah menyangkut kawat tanah saja, sedangkan untuk mengetahui penampilan menara transmisi masih ditentukan oleh beberapa hal lain yang sebenarnya kesemuanya saling berkaitan.
B. Penangkapan Kilat Oleh Saluran Transmisi
Suatu saluran transmisi lengkap dengan kawat tanahnya dapat dikatakan membentuk bayang-bayang listrik di tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu.Kilat yang biasanya menyambar di daerah itu (daerah bayang-bayang) akan lebih tertarik untuk menyambar kawat tanah.

Dimana :
W = (b+4h1,09) meter
b = jarak pemisah antara kedua kawat tanah, meter (bila kawat tanah tunggal, b=0)
h = tinggi rata-rata kawat tanah di atas tanah = ht - 2/3 andongan, meter
ht = tinggi kawat tanah pada menara, meter
Sesuai dengan keadaan geometris lintasan saluran transmisi, dibuat tiga kategori untuk menentukan tinggi rata-rata kawat tanah di atas tanah :
 Tanah datar
h = ht – 2/3 andongan
 Tanah bergelombang
h = ht
 Tanah bergunung-gunung
h = 2ht
C. Kegagalan Perisaian
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, diambil kesimpulan bahwa :
 Untuk sudut perisaian   180 , perisaian transmisi itu baik
 Untuk sudut perisaian   300 , perisaian transmisi kurang
 Untuk sudut perisaian   400 , perisaian transmisi buruk
Kemudian dikemukakan teori yang lebih maju (hal ini dikarenakan pada SUTET dan SUTUT kesimpulan di atas harus dikoreksi)

Dimana :
S = 8 I0,65 meter
S = Jarak sambaran ,meter
I = arus kilat, kA
Xs = daerah yang tidak terlindungi
4. Grounding Kaki Menara dan Trafo Pada Gardu Induk
A. Grounding Kaki Menara
Telah dijelaskan bahwa untuk mnghindari sambaran petir langsung pada kawat fasa dipasang kawat tanah. Namun hal itu belum menjamin tidak terjadinya sambaran balik (back flashover). Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sambaran balik maka dipasanglah tahanan kaki menara yang tidak melebihi 10 . Tahanan kaki sebesar itu dapat diperoleh dengan menggunakan satu atau lebih batang pentanahan dan atau sistem counterpoise tergantung daritahanan jenis tanah dimana menara transmisi berada.
 Batang pentanahan
Tahanan kaki menara dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
R = (/2L) ln (2L/d)
Dimana :
R = tahanan kaki menara, ohm
 = tahanan jenis tanah, ohm-m
L = panjang dari batang pentanahan, meter
d = diameter batang pentanahan, meter
Untuk memperkecil tahanan kaki menara, dapat dilakukan dengan cara memanjangkan batang tahanan. Namun lebih efektif bila diparalelkan. Rumus yang digunakan sama, namun berbeda pada variabel d. Variabel ini diganti dengan variabel A, yang besarnya sebagai berikut :
2 batang diletakkan dimana saja
3 batang diletakkan membentuk segi tiga
4 batang diletakkan membentuk segi empat
dimana :
a = jarak antar batang pentanahan
r = jari-jari masing-masing batang, nilainya harus sama
 Counterpoise
Sistem ini cocok digunakan pada tanah yang keras atau berbatu-batu dengan tahanan jenis yang besar. Tahanan kaki dapat dihitung dengan cara :
Ohm
dimana :
L = panjang kawat , m
 = tahanan jenis tanah, Ohm-meter
r = tahanan kawat, Ohm/meter
Tujuan dari desain Counterpoise adalah mencapai tahanan yang tetap dari copunterpoise sebelum tegangan pada puncak menara mencapai tingkat loncatan api dari isolator.
B. Grounding Trafo Pada Gardu Induk
Secara umum, grounding pada trafo gardu induk ada dua macam. Yang dimaksud di sini adalah grounding bodi (casing) dan grounding sistem. Grounding sistem biasanya dipakai pada trafo Wye dan Zig zag. Grounding ini diperuntukkan mentanahkan arus yang mengalir pada titik netral, misalnya bila ada gangguan sehingga mungkin arus urutan nol akan muncul. Pentanahan bodi juga tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan pentanahan sistem, terutama demi keselamatan operator. Grounding ini dimaksudkan untuk menghilangkan beda potensial antara bodi dengan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allan Greenwood, “Electrical Transients in Power Sistem”, John Wiley & Sons,Inc, 1991.
2. Hutauruk T.S, “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, 1991.
3. Hutauruk T.S,”Pentanahan Netral Sistem Tenaga dan Pentanahan Peralatan”, Erlangga, 1991.
4. M Khalifa, “ High Voltage Engineering (Theory and Practice)”, Marcel Dekker, Inc, 1990.
5. Martin A Uman, “Lightning”, Dover Publication,Inc, New York, 1984.
6. Yudi Suhairi, “ Fenomena Petir “, Elektron TH XVIII

Disarikan dari Artikel Ir.Syariffuddin Mahmudsyah,M.Eng (Guru Listrik-Teknik Listrik Perminyakan)

1 komentar:

flash mengatakan...

salam kenal buat pemburu petir
Kalau kembali sekolah gimana gurunya ya. Ngomong-ngomong sekolahnya dimana.
Saya mau tanya apa perbedaan grounding sistem dan grounding peralatan, kemudian pertimbangan untuk memilih jenis pentanahan berdasarkan bentuk dan jenis bangunan.Tks