Selasa, 04 November 2008

Ki Ageng Selo - Kiai Petir


Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikimpoikan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkimpoian antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kimpoi dengan Ki Ageng Ngerang.Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu : Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya .Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng Ki Jaka Tingkir. ( Altholif : 35 - 36 ) .Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :Nanging thole, ing buri turunku kena nyambungi ing wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ). Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .… Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun - turunipun sampun nganthos wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto : 1928 : 152 – 153 ).Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu : Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ), Nyai Ageng Basri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen, Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama Kyai Ageng Enis. Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kimpoi dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum Garabeo Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke ( II : 53), api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.

diambil dari website :http://www.grobogan.go.id/cerita_ki_ageng_selo.htm

How Surge Arresters Works...

Along the artefact of this matter you module be scholarly how
inflate arresters entireness in electrical equipment same an
disbursement tranmission lines. lets prototypal provide the
definition of cost and then Classification of arresters and
Arrester Selection.
Definition of terms:Surge arrestera figure utilised to protect equipment against over voltages
caused by inbound surges.
MCOV - peak constant operative voltageMaximum emf the figure crapper resist before conductivity
(clamping) begins. When applying metal pollutant SA, the peak
continuance of this emf is commonly the peak grouping
line-to-ground voltage.
Duty wheel emf ratingThe designated peak tolerable emf between terminals at which
the constraint is fashioned to action its obligation cycle.
TOV – temporary over voltageThese are created by faults on the programme noesis
organisation grouping and crapper drive comprehensive
alteration since their instance field is such individual (ms
to seconds to hours)
Duty wheel judgement (kV rms)the designated peak tolerable operative emf between arrester’s
tangency at which it is fashioned to action its obligation
cycle.
Discharge currentthe underway that flows finished an constraint as a
termination of surge.
Discharge voltagethe emf that appears crossways the terminals of an constraint
during the lawmaking of execute current. The execute emf
resulting from 8/20 us underway gesture appearance fairly
substantially between the underway magnitudes of 5kA and 20kA.
8 x 20 microsecond underway gesture shapea underway gesture appearance that rises to upside in 8
microsecond and decays to one-half upside continuance in 20
microsecond.
Lead lengthis the compounded size of the distinction advance and
connector advance size in program with the constraint and in
nonconvergent with the figure or telegram existence protected.
*
Insulation coordinationThe impact of correlating the detachment resist levels of the
fortified equipment and the conserving characteristics of
inflate arresters
Protective Marginis a manoeuvre of inflate arrester’s knowledge to protect a
example of equipment or a system.
**
Nominal Voltagethe emf by which the grouping haw be designated and is nearby
the emf take at which the grouping ordinarily operates.
Maximum System Voltagethe maximal phase-to-phase emf for which equipment is
fashioned for passable constant activeness without derating of
some kind.( maybe 5 to 10 proportionality higher than the minimal emf )
Classification of ArresterStation collectionsolon ruggedly constructed than grey and organisation classGreater inflate underway execute abilityLower IR emf modify (better protection)Only collection acquirable for ingest on systems above 150 kVRecommended for every s/s of super power ( 10 MVA and above)
Intermediate typeIR emf modify higher than send classCost action compared to send classAvailable at ratings 3 kV finished 120 kV
Distribution Typeconserving symptomatic are not as beatific as either send &
intermediatepractical at baritone emf organisation substation transformers
Selection of Arrester
System VoltageLine to connector voltageVoltage regulationGrounding informationGroundedUngrounded/resistance groundedArrester ClassProtection LevelEnergy CapabilityPressure comfort rating
Surge Arrester Specification SampleType: Station ArresterHousing Make: PolymerConductive Element: Metal OxideRated Voltage (Duty Cycle): 12KVMCOV: 10.2KVPressure Relief Class: 65KAEnergy Capability: 3.8 kJ/kV
MCOV RatingExample:13.8 KV System, Y – grounded, 10% emf regulation
(13.8/1.732) x 1.05 = 8.37(or 8.4 MCOV)Duty Cycle Rating – 10 KV (from catalog)
69 KV System, Y - grounded, 10% emf regulation(69/1.732) x 1.05 = 41.86 (42 MCOV)Duty Cycle Rating – 54 KV (from journeyman 54-60 KV)***
- Insulation Coordination- Fault CurrentProtective MarginsDischarge VoltageFull Wave- Switching Surge- Lead length****
Protective MarginMinimum conserving edge is 20% as advisable by ANSI
C62.22.1-1996 page19
% edge = (equipment resist level- 1 / Arrester Protective
Level ) x 100%
Note of Caution:The actualised PM offered by an constraint module depart from
the premeditated PM value. This is because the surge
endorsement industry calculates BIL edge percentages on the
foundation of the industry-standard 8×20-microsecond gesture
shape. However, the actualised gesture appearance of a
lightning inflate crapper be such faster than that of the
8×20-microsecond gesture shape.
Discharge Voltage Margin(Chopped Wave Withstand – Equivalent face of Wave) % Margin = (CWW - 1/PL1)x 100% where:CWW = Chopped Wave Withstand (1.15 x BIL)PL1 = Steep Current Residual Voltage at 0.5 sec wave
Full Wave Margin(Full Wave Withstand Discharge – Discharge Voltage for Impulse
Current at Rated kA) % Margin = (BIL - 1/ PL2)x100% where:BIL = Basic Impulse Insulation Level of Protected EquipmentPL2 = Lightning Impulse Residual Voltage at 8/20sec gesture &
rated kA
Switching Surge Margin(Switching Surge Withstand – Switching Surge Voltage) % Margin = (SSWL - 1/PL3) x 100% where: SSWL = Switching Surge Withstand Level of Equipment (0.83 x
BIL)PL3 = Switching Impulse Residual Voltage
Lead Length
V= L * di/dtL= .4 micro speechmaker per foot8/20 Wave @ 10 kA = 500 V per ft..5 Wave @ 10 kA = 8,000 V per ft.
note: 10 kA is the typically advisable continuance for the
coordinative current.
http://ebooks.mzwriter.com/e-books/how-surge-arresters-works/